Book Review #10— The Name of The Game oleh Adelina Ayu

Intan Kusuma
2 min readJan 9, 2023

--

“Mikirnya gini aja, setiap harinya, mau nggak mau manusia harus menghadapi hal baru dan meninggalkan confort zone-nya. Tapi, namanya juga confort zone. Saat lo pergi dari sana, bukan berarti lo nggak bisa balik lagi. Itu kan confort zone lo, orang lain nggak bisa ngusik” — Daryll

Hal. 24

Seperti pada gambar cover buku ini, yaa.. mengisahkan cinta segitiga. Flo, maba Sastra Perancis yang tidak sengaja bertemu dengan Daryll, si kakak tingkat yang misterius, cuek, galak tapi kalau udah kenal, dia penyayang dan suka sekali makanan manis terutama milo. Lalu, Flo juga tidak sengaja mengajak kenalan cowok yang dia kira maba juga, ternyata dia adalah kakak tingkat, Zio. Cowok yang peduli dengan skincare, suka belanja ke supermarket dan berteman banyak dengan perempuan.

Buku ini memiliki 3 sudut pandang dari setiap tokohnya. Buku ini juga menyinggung tentang toxic masculinity. Zio yang suka membawa pouch make up, ngomong ceplas-ceplos sering dianggap kurang laki-laki dan dipanggil bencong. Zio memang tipikal yang bodo amat, dia tetap menjadi dirinya sendiri. Namun ada beberapa hal, yang bisa membuat cowok itu juga sedih.

Hidup itu kadang membosankan, Flo. Makanya, kita harus bikin hidup lebih berwarna dengan mencari kebahagiaan dari hal-hal kecil, kayak mencari inspirasi dari label komposisi pada produk-produk rumah tangga.

Zio dan Daryll ini kan berteman lama ya, love-hate friendship nya tuh kena banget. Banyak hal-hal yang bikin ketawa, seruu. Buku ini menggunakan kata pengganti “gue-lo”, jarang-jarang sih aku baca buku seinformal ini, tapi memang relate sama dunia perkuliahan.

Sebenarnya aku kurang mengerti tentang feminis. Karena buku ini menyinggung toxic masculinity. Pesannya.. Kesetaraan gender itu tidak hanya menguntungkan perempuan, namun laki-laki juga. Zaman sekarang, dunia sangat mendukung para perempuan agar mereka lebih percaya diri dan tidak tertindas lagi, padahal laki-laki juga membutuhkan dukungan agar mereka bisa lepas dari tuntutan-tuntutan sosial yang mengharuskan mereka untuk terlihat kuat setiap saat. Selain itu, selalu ada pandangan bahwa perempuan selalu dibawah laki-laki, daripada memikirkan hal itu, lebih baik mendukung para perempuan ini agar tidak tertindas oleh laki-laki.

Bacaan yang ringan dan sedikit tertampar juga dengan yang terjadi pada Flo hahaha. Sebenarnya masih ada rasa penasaran dengan tokoh Daryll, karena makin kesini lebih banyak membahas Zio dan Flo, tapi ini karena sesuai judulnya lebih relate dengan kisah mereka. Buku ini juga sudah ada spin off nya, menjadi wish list buku selanjutnya yang akan kubaca.

Rating : 4,5/5

Genre : Novel

Tebal : 331 halaman

--

--

Intan Kusuma
Intan Kusuma

No responses yet